DAGING ITIK

by: Fitri M. Manihuruk, M.Si

Itik atau bebek masih jarang untuk dijadikan sumber pangan khususnya bagian dagingnya, bau dan aroma yang berbeda dengan daging ayam merupakan alasan kurangnya konsumsi daging itik. Kelemahan daging itik juga tekstur daging itik yang alot atau sulit putus saat memakanya sehingga perlu cara untuk menghilangkan bau anyir dan memperbaiki tekstur daging itik yang alot. Kelemahan daging itik tersebut yang menyebabkan konsumen lebih memilih mengkonsumsi daging ayam. Daging itik memiliki penampilan berwarna merah dan pada kandungan gizi daging itik merupakan sumber protein yang cukup baik. Penggunaan atau pemanfaatan daging itik di Indonesia masih kurang karena bau amis atau anyir yang ada pada daging tersebut, hal ini dipengaruhi oleh kandugan lemak yang cukup tinggi pada itik itu sendiri. Penyediaan daging itik dibandingkan dengan daging ayam jauh relatif kecil sebesar 2,29% sedangkan daging ayam 20,33%.

Daging itik dapat berasal dari itik betina afkir (tidak menghasilkan telur lagi), itik jantan umur 10-12 minggu (itik potong), itik betina petelur yang tidak produktif, serta itik jantan muda yang tidak produktif. Itik afkir memiliki kelebihan yaitu kandungan protein tinggi dan rendahnya kandungan kalori, namun memiliki kelemahan yaitu bau amis atau anyir, alot dan memiliki kadar lemak yang relatif tinggi. Lemak pada daging itik mengandung  asam lemak jenuh yang mudah mengalami autoksidasi sehingga hal ini yang menyebabkan bau amis atau anyir dan mengakibatkan konsumsi daging itik yang rendah jika dibandingkan dengan daging ayam. Daging itik merupakan sumber daging dengan kandungan gizi yang cukup baik, namun kandungan lemak tak jenuh yang tinggi, mewajibkan masyarakat mampu mengolahnya, kandungan lemak tak jenuh sekitar 60% dari total asal lemak daging dan memiliki warna daging merah yang mudah teroksidasi.

Setiap unggas memiliki ciri-ciri yang berbeda pada dagingnya. Pada itik dagingnya berwarna merah. Bagian dada itik mengandung serabut merah sebanyak 84% sehingga dagingnya berwarna merah. Daging itik yang berwarna merah ini menyebabkan kesukaan terhadap warna pada daging itik lebih rendah bila dibandingkan dengan warna daging ayam yang berwarna putih. Beberapa faktor yang mempengaruhi warna daging antara lain palan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, pH, oksigen dan tingkat stress. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi penentu utama warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging (myoglobin). Kandungan logam seperti Fe di dalam hemoglobin dan myoglobin oada daging dapat mempercepat kerusakan lemak dalam bahan pangan yang mengakibatkan ketengikan.

Daging itik mempunyai konsumen yang masih rendah, karena kesukaan konsumen terhadap daging itik tidak seperti kesukaan terhadap daging ayam. Daging itik merupakan salah satu sumber protein hewani, karena memiliki kandungan protein dengan kualitas yang baik. Daging itik sebagian besar mengandung serabut merah dan sebagian kecil mengandung serabut putih. Pada bagian dada itik, serabut merah sebanyak 84% dan serabut putih sebanyak 16%. Perbedaan macam serabut otot penyusun daging tersebut, akan berpengaruh pada komposisi daging, sifat biokimiawi dan karakteristik sensori serta nilai ekonomis. Daging yang sebagian besar terdiri atas serabut merah mempunyai kadar protein yang lebih rendah dan kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging yang tersusun serabut putih.

Berdasarkan pengamatan histologi pada serabut otot itik dan entog, diketahui bahwa ukuran serabut otot dipengaruhi oleh jenis unggas. Pada umur yang sama, ukuran serabut otot itik lebih besar dibandingkan dengan entog. Diameter serabut otot tidak hanya dipengaruhi oleh jenis unggas tetapi juga dipengaruhi oleh umur ternak. Semakin tua itik dan entog, diameter serabut ototnya semakin besar. Otot yang berdiameter kecil akan menghasilkan daging dengan penampilan yang halus dan empuk, sebaliknya otot yang semakin besar akan menghasilkan daging yang berpenampilan kasar dan liat. Penyimpanan karkas itik selama lima jam pada suhu kamar dan suhu rendah (15-18 ºC) tidak mempengaruhi keempukan daging itik. Daya ikat airnya terjadi peningkatan dalam tiga jam penyimpanan, tetapi pH nya semakin turun sejak jam pertama hingga jam keempat penyimpanan.

 Tabel 1. Persentase karkas itik umur 10 minggu

Bagian Karkas

Persentase (%)

Daging

Tulang

Karkas

55.14

Dada

Paha atas

Paha bawah

79.77

87.16

78.09

20.23

12.84

21.91

Daging itik memiliki warna lebih merah dibandingkan dengan daging unggas lainnya seperti ayam, memiliki komposisi nutrisi yang tidak jauh berbeda dengan daging ayam khususnya kandungan protein, akan tetapi kandungan lemak pada daging itik khususnya bagian dada lebih tinggi bila dibandingkan dengan lemak pada daging dada ayam. Komposisi kimia daging itik dan daging ayam terdapat pada Tabel 4.

 Tabel 2. Komposisi kimia daging itik dan daging ayam

Komposisi

Bagian Daging

Daging Itik

Daging Ayam

Air (%)

 

Protein (%)

 

Lemak (%)

 

KKalori

Dada

Paha

Dada

Paha

Dada

Paha

   75.25

   76.36

   21.34

   20.23

     2.15

     2.74

154

  74.24

  74.02

  23.39

  20.97

    1.36

    3.80

126

Bau amis pada daging itik disebabkan karena lemak yang terdapat di dalamnya. Lemak merupakan prekursor yang sangat mempengaruhi aroma makanan. Itik merupakan salah satu hewan unggas yang memiliki kandungan lemak yang tinggi karena secara genetik maupun fisiologis, itik memiliki sifat yang baik untuk mendeposisikan lemak di dalam tubuh. Tempat penimbunan lemak pada tubuh itik umumnya adalah di bawah permukaan kulit dan di bawah perut. Lemak yang tinggi pada itik digunakan juga sebagai sumber energi antara lain untuk menjaga suhu tubuh dan agar bulu itik tidak basah ketika berada di dalam air. Sifat lemak unggas berbeda dengan lemak ternak ruminansia karena sebagian besar terdiri atas asam lemak tidak jenuh.

Kandungan lemak yang tinggi terutama asam lemak tidak jenuh menyebabkan daging itik menghasilkan off-odor. Pada daging itik, total asam lemak tidak jenuh lebih tinggi daripada total asam lemak jenuhnya. Daging itik bagian dada lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dibandingkan bagian paha dan persentase kadar lemak daging itik lebih tinggi pada daging berkulit daripada daging tanpa kulit dan berlaku pada bagian dada maupun paha itik yang dianalisis dalam bentuk segar maupun freeze dried. Laju oksidasi asam lemak tidak jenuh lebih cepat dari laju oksidasi asam lemak jenuh, terutama laju oksidasi asam lemak tidak jenuh ganda.

 Sumber:

  1. Lestari SB, Winarti E, Werdhany WI, Purwaningsih H, Widyayanti S. 2011. Budidaya & pengolahan hasil itik. Yogyakarta, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta
  2. Mattaputty PR, Suryana. 2010. Karakteristik daging itik dan permasalahan serta upaya pencegahan off-flavor akibat oksidasi lipida. Wartazoa, 20(3):130-138.
  3. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Dipublikasi Pada : 22-11-2023