MEMAHAMI PERAN REAKSI ENZIMATIK DALAM PENGOLAHAN DAGING

By: Ir. Wiwiek Yuniarti Costa, M.Si

Daging merupakan salah satu bahan yang memiliki nilai gizi berupa protein yang mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Mengejar daging yang empuk dan beraroma telah menjadi tujuan kuliner selama berabad-abad. Mencapai tekstur yang sempurna dalam hidangan daging bukan hanya target, tetapi juga tantangan yang dihadapi para koki/chef dan produsen makanan setiap hari. Artikel ini membahas peran enzim pengempuk daging, manfaatnya, dan dampaknya terhadap industri makanan.

Enzim memainkan peran penting dalam proses pengempukkan daging. Enzim pengempuk daging adalah protein yang digunakan untuk memecah protein dan serat dalam daging, sehingga menghasilkan produk yang lebih empuk dan lezat. Ada dua jenis enzim utama yang digunakan untuk mengempukkan daging: enzim proteolitik dan enzim mikroba. Enzim pengempuk daging ini umumnya digunakan dalam industri makanan untuk meningkatkan kualitas dan kelezatan produk daging. Salah satu manfaat utama penggunaan enzim pengempuk daging adalah dapat meningkatkan tekstur daging. Misalnya, enzim dapat digunakan untuk mengempukkan potongan daging yang alot, sehingga lebih menarik bagi konsumen. Enzim juga dapat digunakan untuk memperbaiki tekstur dan rasa daging, sehingga meningkatkan pengalaman makan secara keseluruhan. Hal ini tidak hanya mengurangi pemborosan makanan, tetapi juga membuka kemungkinan baru untuk hidangan kreatif.

Enzim pelunak daging juga dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri pengolahan daging. Misalnya, enzim dapat digunakan untuk mengurangi waktu dan energi yang dibutuhkan untuk melunakkan daging, sehingga produsen dapat memproduksi lebih banyak produk dalam waktu yang lebih singkat. Hal ini dapat membantu mengurangi biaya produksi dan meningkatkan keuntungan industri secara keseluruhan. Enzim pelunak daging umumnya digunakan dalam produksi berbagai produk daging, termasuk daging sapi, daging babi, dan unggas. Enzim ini juga digunakan dalam produksi produk daging olahan, seperti sosis dan daging olahan. Enzim pelunak daging juga digunakan dalam produksi pengganti daging nabati, seperti tahu, steak vegetarian, dan nugget vegetarian.

Pengolahan daging melibatkan berbagai transformasi pada otot hewan setelah penyembelihan, yang menghasilkan perubahan pada kelembutan, aroma, dan warna, yang menentukan kualitas produk daging akhir. Glikolisis enzimatik, proteolisis, dan lipolisis memainkan peran kunci dalam konversi otot menjadi daging. Kontrol akurat reaksi enzimatik pada otot daging menjadi rumit karena banyaknya faktor yang berpengaruh, serta laju reaksinya yang rendah. Selain itu, enzim eksogen juga digunakan dalam industri daging untuk menghasilkan produk yang direstrukturisasi (transglutaminase), untuk meningkatkan kelembutan daging (papain, bromelain, ficin, zingibain, cucumisin, dan actinidin). Teknologi yang muncul, seperti ultrasound (US), medan listrik berdenyut (PEF), medan listrik sedang (MEF), pemrosesan tekanan tinggi (HPP), atau CO 2 superkritis (SC-CO 2 ), telah digunakan untuk mengintensifkan reaksi enzimatik dalam berbagai aplikasi makanan. Tinjauan ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang reaksi enzimatik yang terjadi selama pemrosesan produk daging, bagaimana reaksi tersebut dapat diintensifkan dengan menggunakan teknologi baru.

Selama pemrosesan daging, terjadi serangkaian reaksi biokimia, yang utamanya dikatalisis oleh enzim. Reaksi-reaksi ini melibatkan enzim yang bertanggung jawab atas glikolisis, proteolisis, dan lipolisis post mortem. Enzim proteolitik merupakan enzim yang dapat memecah protein sehingga dapat melunakkan daging. Enzim proteolitik akan menghidrolisis daging sehingga daging akan mengendur dan menjadi lebih empuk.

Papain merupakan enzim proteolitik yang diperlukan antara lain dalam industri bir, corned, farmasi, tekstil, wool, sutera, ekstraksi minyak ikan, dan pembersih lensa kontak. Indonesia menduduki rangking ke V sebagai penghasil papaya, setelah Meksiko, India, Nigeria dan Brasil yang rangking I.

Kelebihan papain dibandingkan proteolitik yang lain adalah lebih tahan terhadap suhu proses, mempunyai kisaran pH yang luas dan lebih murni dibandingkan bromelin dan ficin. Kisaran pH optimum papain berkisar antara 5 - 7,5 dan stabil pada suhu 60 - 70 °C. Selain itu, papain menurut De Man (1997) dalam Iswanto (2004), juga tidak mengandung karbohidrat seperti pada bromelin dan ficin sehingga mempunyai energi aktivasi yang lebih rendah karena lebih murni dibandingkan enzim lain.

Selain dalam getah pepaya, banyak hewan, mikroba dan tanaman yang dikenal mampu menghasilkan enzim protease. Dalam tanaman lain yang memiliki enzim protease adalah buah nenas dan mangga. Silaban, 2009 melaporkan bahwa dalam getah buah mangga yang muda terdapat enzim Manganase yang berpotensi melunakkan daging. Hanya saja getah dan enzim mangga ini jumlahnya sangat sedikit sehingga sulit untuk diproduksi dalam skala besar. Kualitas papain ditentukan oleh aktivitas proteolitik, semakin tinggi aktifitas proteolitiknya semakin baik. Penelitian yang dilakukan Retno (2006) didapatkan tepung papain kasar tanpa penambahan zat pengaktif dengan aktivitas proteolitik sebesar 0,7015 TU menggunakan pengeringan sinar matahari suhu 55 °C selama 8 jam. Penggunaan lama waktu pengeringan ini cenderung mengakibatkan aktivitas proteolitik tepung papain kasar mengalami kerusakan. Sehingga memerlukan cara untuk meningkatkan aktivitas proteolitik tepung papain kasar dengan penambahan zat pengaktif dan pengeringan yang dapat mengurangi kerusakan enzim.

Monti et. al. (2000) menginformasikan penambahan zat pengaktif sistein dan versen dapat meningkatkan aktivitas papain kasar. Sedangkan pengeringan dapat dipersingkat dengan

menggunakan pengeringan oven. Kelebihan pengeringan oven dibanding pengeringan sinar

matahari suhu pengeringannya lebih stabil dan bebas kontaminan. Sehingga kualitas produk yang dihasilkan lebih stabil dan menghindarkan kerusakan tepung papain kasar dari lama pengeringan yang terlalu lama.

lanjutnya Kerja dari enzim papain salah satunya sangat dipengaruhi oleh suhu, karena

apabila digunakan suhu yang tinggi maka enzim papain akan terdenaturasi, sehinga enzim akan

rusak demikian juga kalau suhunya rendah maka enzim tidak aktif bekerja. Enzim papain bekerja aktif pada suhu 38 – 80̊ C. Sedangkan kalau konsentrasi enzimnya rendah maka proses

perombakan protein lambat, sebaliknya konsentrasi enzimnya terlalu tinggi maka proses perombakan cepat tetapi tidak ekonomis. konsentrasi enzim yang dipergunakan untuk perendaman berkisar 0,005 – 0,5 % (Drabble, 1960. Dalam Akhdiat, 2000).

Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sebagai sumber protein hewani yang kandungan gizinya lengkap. Adapun komposisi kimia daging secara umum yaitu : air 75 % (68 – 80 %) ; protein 19 % (16 – 22 %) ; substansi non protein yang larut 3,5 % dan lemak 2,5 %. Daging tersusun oleh serat-serat sejajar otot daging dengan jumlah serat mencapai jutaan. Penyusun serat daging adalah miofibril yang terdiri atas aktin dan myosin. Keempukan daging dapat dihubungkan dengan kedua kategori dua protein otot yaitu miofibril dan protein jaringan ikat. Menurut Shortose and Harris, keempukan daging yang dimasak ditentukan oleh pengaruh panas terhadap kekuatan komponen jaringan miofibril dan jaringan ikat yang menyusun struktur daging. Kekuatan jaringan ikat bervariasi antar otot daging dalam suatu karkas, umur hewan, struktur miofibrilar dan kondisi pemasakan. Keempukan daging akan berkurang dengan peningkatan umur hewan.

Keempukan merupakan salah satu kriteria dalam penentuan kualitas daging. Penentu

kualitas daging lainnya antara lain adalah nilai gizi, rasa, flavour, warna, juicenes dan marbling.

Kualitas daging itu sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta tatalaksana sebelum pemotongan dan sesudah pemotongan. Hasil akhir dari proses pengolahan salah satunya diinginkan keempukan (tenderness) daging yang baik tanpa mengurangi gizi proteinnya. Sedangkan untuk memperoleh keempukan daging tersebut memerlukan waktu pengolahan yang lama. Hal ini disebabkan jaringan otot dari daging mengandung colagen dan elastin yang dapat mempengaruhi keempukan daging.

Dipublikasi Pada : 08-10-2024