PENGAWETAN TELUR DENGAN PENGASINAN

By: Fitri M. Manihuruk, M.Si

Pengawetan adalah salah satu teknik untuk membuat bahan pangan tidak mudah rusak. Pengawetan terhadap telur dilakukan agar dapat menghambat terjadinya kebusukan oleh bakteri dan menunda kerusakan fisik dan kimia telur. Prinsip dalam pengawetan telur segar adalah mencegah penguapan air dan terlepasnya gas-gas lainnya dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroba di dalam telur selama mungkin.

Metode pengawetan telur dibagi menjadi dua yaitu pengawetan telur pecah dan pengawetan telur utuh. Pengawetan telur utuh terdiri atas penyimpanan dingin, pengemasan kering, pelapisan kerabang dengan minyak atau larutan kapur dan perendaman dalam cairan seperti pengasinan. Pengawetan telur pecah terdiri atas pendinginan, pembekuan dan pengeringan. Pengawetan telur dipecahkan belum cukup dikenal dimasyarakat karena memerlukan prasarana yang mahal dan prospek pemasarannya belum cukup baik. Bahan pengawet yang biasa digunakan untuk pengawetan telur utuh antara lain larutan kapur, parafin, minyak nabati, water glass, garam dapur, dan lain-lain. Pengawetan telur utuh yang menggunakan bahan pengawet garam dapur biasa disebut dengan pengasinan telur.

Sebelum dilakukan prosedur pengawetan, penting diperhatikan kebersihan kulit telur. Hal ini karena meskipun mutunya sangat baik, tetapi jika kulitnya kotor, telur dianggap bermutu rendah atau tidak dipilih pembeli. Pembersihan kulit telur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Merendam telur dalam air bersih, dapat diberi sedikit detergen atau Natrium hidroksida (soda api). Kemudian dicuci bersih sehingga kotoran yang menempel hilang, serta 2) Mencuci telur dengan air hangat suam-suam kuku (sekitar 60 °C) yang mengalir.

Pengasinan telur biasanya dibagi menjadi dua metode yaitu pembalutan dan perendaman. Metode pembalutan menggunakan campuran garam yang ditambahkan dengan serbuk bata atau abu gosok. Metode perendaman menggunakan larutan garam. Metode perendaman lebih disukai dibanding pembalutan karena proses praktis, mudah dan murah.

Mekanisine yang terjadi pada pengasinan adalah proses penetrasi garam dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi ion Na+ dan Cl-. Kedua ion tersebut berdifusi kedalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang, lapisan mamilaris, membran kulit telur, putih telur, membran vitellin dan yang terakhir adalah kuning telur. Laju difusi mendapat hambatan dari lapisan kapur yang terdapat pada kerabang telur serta lapisan lemak pada kuning telur. Larutan garam yang berdifusi ke dalam telur disebabkan oleh terdapatnya pori-pori pada kerabang telur dan konsentarsi larutan garam NaCl. Difusi ini biasa disebut dengan osmosis.

Perubahan yang terjadi selama proses pengasinan telur antara lain denaturasi protein, pembentukan gel dan proses kemasiran telur. Denaturasi adalah proses perubahan konfigurasi tiga dimensi dari molekul protein tanpa menyebabkan pemutusan ikatan peptida. Denaturasi protein terjadi karena putusnya ikatan hidrogen oleh urea dan garam. Denaturasi disebabkan oleh agen fisik dan agen kimia. Agen penyebab fisik adalah temperatur, tekanan, hidrostatis dan gaya mekanik yang besar, sedangkan yang agen kimia adalah pH, zat organik, garam-garaman dan detergen.

Pembentukan gel terjadi pada saat terbentuk ikatan nonkovalen dari gugus fungsional yang sudah stabil. Mekanisme pembentukan gel ini adalah pemerangkapan air, immobilisasi dan pembentukan struktur gel yang stabil. Pembentukan gel ada empat tahapan diantaranya adalah denaturasi, agregasi, koagulasi dan flokulasi. Garam merupakan salah satu faktor yang menyebabkan denaturasi dan mempengaruhi pembentukan gel pada kuning telur.

Kemasiran merupakan salah satu karakteristik kuning telur asin. Tekstur masir pada kuning telur akan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. Ukuran granul diakibatkan oleh adanya air garam yang masuk ke dalam granul dan reaksi garam dengan lipoprotein. Hal tersebut akan membentuk tekstur masir pada kuning telur.

Pengasinan telur dikatakan berhasil dengan baik, apabila:

  • Stabil, dapat disimpan lama tanpa banyak mengalami perubahan. Keawetan telur asin tergantung pada konsentrasi garam yang digunakan dalam adonan dan waktu pembungkusan. Semakin tinggi konsentrasinya, semakin awet telur asin yang dihasilkan. Semakin lama dibungkus adonan, semakin baik keawetannya.
  • Aroma dan rasa telur asin terasa dengan nyata (tidak tercium bau amoniak atau bau yang kurang sedap). Telur bebek sangat cocok untuk diasin, karena rasa amis dari telur akan berkurang dengan pengasinan. Selain itu, pori-pori telur bebek lebih banyak sehingga garam mudah berpenetrasi (masuk ke dalam telur).
  • Penampakan putih dan kuning telur yang baik. Telur dengan albumen yang putih dan kuning telur yang mempur dan berminyak dipinggirnya saja merupakan telur asin yang disukai. Jika adonan pembungkus telur kurang baik, kuning telur akan berwarna kebiruan. Kuning telur pada telur asin yang bermutu tinggi terletak di tengah, dengan ukuran kantung udara yang kecil. Jika letaknya tidak di tengah, menandakan telur yang digunakan mutunya kurang baik.

 Sumber:

Kastaman R, Sudaryanto, Nopianto BH. 2011. Kajian proses pengasinan telur metode reverse osmosis pada berbagai lama perendaman. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 19(1):30-39.

Koswara, S. 2009. Teknologi pengolahan telur (teori dan praktek). eBookPangan.com

Lestari SB, Winarti E, Werdhany WI, Purwaningsih H, Widyayanti S. 2011. Budidaya & pengolahan hasil itik. Yogyakarta, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta.

Dipublikasi Pada : 15-09-2023