By: Wiwiek Yuniarti Costa
Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) pada umumnya diarahkan antara lain pada peningkatan semangat, wawasan, kecerdasan, keterampilan serta ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membentuk kepribadian yang mandiri. SDM pertanian yang dimaksud terdiri dari empat kelompok utama yang disebut “ Catur Pilar”, yaitu terdiri dari : (1) Petugas ( structural, teknis dan administratif0, (2) Tenaga fungsional pertanian ( Penyuluh, Guru, Dosen, Peneliti, Widyaiswara, Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman, Pengawas Mutu Benih, Paramedik dan Petugas Medik Veteriner) (3) Petani (petani, peternak, wanita tani, pemuda pemudi tani/, dan (4) Masyarakat lainnya yang menggantungkan sebagian besar hidupnya dari seKtor pertanian (stakeholder). Upaya pengembangan SDM petugas dan tenaga fungsional pertanian dilakukan melalui penyelenggaraan pelatihan berbasis kompetensi kerja atau CBT ( Competency Based Training)
BBPP Kupang adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang pelatihan. berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) - Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Tugas pokok dari Balai Besar Pelatihan Peternakan Kupang adalah melaksanakan pelatihan fungsional bagi aparatur, pelatihan teknis dan profesi. mengembangkan model dan teknik pelatihan fungsional dan teknis
di bidang peternakan bagi aparatur dan non aparatur pertanian sedangkan fungsi BBPP Kupang adalah menyusun program. rencana kerja. Anggaran dan melaksanakan kerja sama; melaksanaan Identifikasi Kebutuhan pelatihan (IKP); melaksanaan penyusunan bahan Standar Kompetensi Kerja (SKK) di bidang peternakan.
Menurut Permentan no.37 tahun 2018 tentang Pedoman Pelatihan Pertanian, menyatakan bahwa pelatihan adalah setiap usaha/upaya untuk memperbaiki performa pekerja pada pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya atau pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaannya dengan kata lain, pelatihan adalah suatu proses belajar dalam mengisi kesenjangan kompetensi yang ada untuk mencapai tujuan organisasi dengan kata lain, pelatihan sebagai obat untuk menutupi kekurangan kompetensi seorang petugas maupun non aparatur dalam hal ini petani/ peternak/ masyarakat pelaku pertanian.
Jadi Pelatihan berporoskan usaha untuk memperlancar proses belajar seseorang sehingga bertambah kompetensi kerjanya di dalam jabatannya. Dengan demikian, untuk dapat menyelenggarakan pelatihan dengan baik perlu dipahami prinsip-prinsip dalam proses belajar, kekurangan kompetensi kerja orang yang akan dilatih dan mengenal tugas/fungsi orang di dalam jabatan nya. Menurut Peter Kline seorang penulis buku “ The Everyday Day Genius” menyatakan bahwa “Learning is most effective when is fun”. Belajar akan menyenangkan bila yang dipelajari sesuai dengan yang dibutuhkan peserta. Agar sesuai dengan kebutuhan peserta, maka perlu dilakukan Analisis kebutuhan diklat yang nomen klatur saat ini disebut analisis kebutuhan pelatihan (Training Need Analisys/TNA) bagi peserta, agar penyelenggaraan pelatihan tidak sia-sia hanya menghabiskan waktu dan biaya saja.
Analisa Kebutuhan Pelatihan menurut Briggs, adalah proses yang sistimatis untuk menentukan sasaran, dan mengukur jumlah ketimpangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang nyata. Melakukan analisis kebutuhan merupakan dasar keberhasilan program pendidikan dan pelatihan. Mengembangkan program pendidikan dan pelatihan membutuhkan pengetahuan tentang pendidikan dan pelatihan apa yang diperlukan. Sebuah analisa kebutuhan diklat adalah langkah pertama dalam membangun sebuah program pendidikan dan pelatihan yang efektif. Hal ini berfungsi sebagai dasar untuk menentukan tujuan pembelajaran, merancang program pendidikan dan pelatihan dan evaluasi pendidikan dan pelatihan yang disampaikan. Artikel ini menjelaskan tentang konsep, manfaat dan bagaimana analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan dilakukan.
Seringkali organisasi akan mengembangkan dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan tanpa terlebih dahulu melakukan analisis kebutuhan. Organisasi-organisasi ini akan menjalankan risiko diklat yang tidak efektif. Sebuah analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan digunakan untuk menentukan apakah pendidikan dan pelatihan merupakan solusi yang tepat untuk masalah di tempat kerja. Analisis kebutuhan ini merupakan proses yang berkelanjutan dalam pengumpulan data untuk menentukan apa kebutuhan dari pendidikan dan pelatihan sehingga dapat mengembangkan pendidikan dan pelatihan yang dapat membantu organisasi mencapai tujuannya "(Brown, 2002, hal. 569). Pendidikan dan pelatihan sering dipandang sebagai gangguan dan sebagai upaya mahal daripada sebagai alat untuk meningkatkan bottom line organisasi. Pada dasarnya, informasi yang dikumpulkan dan dianalisis sehingga rencana pendidikan dan pelatihan dapat dibuat. Analisa ini menentukan kebutuhan untuk pendidikan dan pelatihan, mengidentifikasi pendidikan dan pelatihan apa yang diperlukan, dan memeriksa jenis dan ruang lingkup sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung program pendidikan dan pelatihan (Sorenson, 2002, hal. 32). Menurut Rossett (1987, hal 15 ).
Penyelenggaraan pelatihan di Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Kupang beberapa tahun terakhir ini tidak lagi diawali dengan analisa kebutuhan pelatihan yang disebabkan tidak adanya dana untuk kegiatan analisa kebutuhan pelatihan. Hal ini bukan hanya terjadi di BBPP Kupang saja, akan tetapi hampir di seluruh UPT Teknis Balai Pelatihan di bawah binaan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Dcaya manusia Pertanian, dibawah Pusat Pelatihan Pertanian. Selain faktor ketiadaan dana, juga karena adanya program pelatihan yang bersifat Bottom Up sehingga pelatihan tersebut wajib untuk dilaksanakan dengan kurikulum yang belum tentu menjawab kebutuhan peserta sesuai kekurangan kompetensi kerja atau diskrepansi kemampuan kerja. Hal tersebut berakibat peleksanaan pelatihan tersebut tidak efektif, tidak mencapai tujuan dan hanya membuang dana serta tidak bermanfaat bagi peningkatan kinerja peserta pelatihan.
Akibat dari pelaksanaan kegiatan pelatihan yang tanpa dilalui oleh analisa kebutuhan pelatihan, maka pelatihan banyak yang bersifat sekedar menghabiskan dana pemerintah, kinerja peserta baik penuluh maupun petugas di lapangan tidak mengalami perubahan yang lebih membaik, bahkan dampak terhadap petani binaan dan usaha tani kelompok binaan nya tidak mengalami perubahan apapun. Pada saat pelaksanaan evaluasi lapangan atau evaluasi pasca diklat, maka penilaian pimpinan terhadap kinerja mantan peserta diklat (purnawidya) yang bekerja di wilayahnya, merasakan tidak adanya kenaikan prestasi bawahan yang menjadi purnawidya. Penilaian hanya standar saja dan berkisar antara cukup baik dan baik saja, tidak ada yang menilai sangat baik.
Tahapan dalam melakukan nalisa Kebutuhan Pelatihan atau sering disebut dengan istilah Training Needs Analysis (TNA) adalah tahapan merumuskan masalah yaitu menelusuri masalah yang ada dalam analisis kinerja dan solusi apa yang diharapkan dalam pemecahan masalah. Setelah itu dilanjutkan dengan merumuskan tujuan pelatihan. misalnya apakah tujuan tersebut nanti untuk tingkat organisasi (Organization Level), ti gkat pemangku jabatan (Occuation Level), atau ti ngkat pekerja (Individual Level). Apabila menyangkut pemangku jabatan tertentu yang perlu diperhatikan adalah kinerja optimal atau pengetahuan apa yang diharapkan dikuasai oleh pemangku jabatan tersebut. Uraian tingkat kemampuan yang dimiliki pekerja saat ini, bagaimana tanggapan mereka terhadap perubahan sistim baru ini, apakah penyebab pemsalahan serta solusi apa yang disenangi. Bahan-bahan yang ad adapt dipegunakan sebagai pedoman dalam langkah selanjutnya. Tanpa tujuan yang jelas maka hasil yang akan diperoleh tidak akan optimal.
Setelah tujuannya ditetapkan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan metode dan peralatan yang akan digunakan dalam TNA, misalnya wawancara, observasi lapangan survey melalui kuesioner. Setelah menentukan hal tersebut maka langkah selanjutnya adalah membuat instrument yang akan digunakan dalam pengumpulan data, baik berupa pedoman wawancara, pedoman observasi lapangan maupun kuesioner untuk survey lapangan. Pedoman interview untuk kegiatan TNA dengan pendekatan berbeda akan berbeda pula hasilnya, tergantung data Apa yang akan dikumpulkan. Dalam pembuatan pediman interview, Maupin pedoman observasi juga perlu mengetahui siapa yang menjadi responden kita dan bagaimana latar belakangnya.
Setelah metode dan peralatan disiapkan, langkah selanjutnya adalah pengumpulan data. Data yang akan dikumpulkan bisa data promer bisa data sekunder dan bisa juga berupa pelaporan ( laporan mingguan, bulanan atau tahunan), kebijakan pimponan, struktur organisai serta masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi. Data primer adalah data yang langsung didapat dari hasil wawancara, obervasi atau survey. Jenis data yang dikumpul hendaknya sudah jelas betul sebelum mengumpulkan data dan pengolahan data. Tahapan analisis data ini dilakukan apabila data yang diperlukan telah terkumpul. Berdasarkan data sekunder atau data primer yang terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis sesuai dengan tehnik atau pendekatan yang digunakan karena berbeda pendekatan berbeda pula tehnik analisis datanya. Analisis data ini dimulai dari tabulasi data terlebih dulu.
Tahapan terakhir adalah Interpretasi atau formulasi kesimpulan hasil analisis data dilakukan dengan mempertimbangkan factor-faktor lain yang berpengaruh. Namun hasil interpretasi ini belum bisa langsung diterima, tetapi harus dikonfirmasi dulu dengan pihak-[ihak terkait. Tahap terakhir dari rangkaian kegiatan TNA adalah pelaporan dan formulasi kesimpulan mengenai hasil analisis kebutuhan diklat. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembiatan laporan TNA adalah siapa yang akan membaca dan menggunakan hasil analisis, apa saja informasi yang harus masuk dalam laporan, bagaimana hasil itu akan dilaporkan, apa yang perlu dilakukan untuk membantu audience memahami laporan dan kapan laporan dikerjakan sampai selesai. Dengan demikian, maka pelaksanaan analisa kebutuhan pelatihan ini akan menghasilkan pelatihan yang berbasis kompetensi, yang benar-benar bermanfaat karena menjawab kebutuhan