By : Galih Fajar Antasari, S.Tr.Pt., M.Sc
Memastikan bokashi dari kotoran sapi potong dan kambing agar memenuhi standar mutu menjadi pondasi utama agar produk dapat didistribusikan secara legal. Kepercayaan pengguna di lapangan, baik dalam skema komersial maupun program pemerintah, sangat bergantung pada kepatuhan ini (Kementerian Pertanian, 2019a). Tanpa nomor pendaftaran dan label yang sesuai, produk bokashi tidak boleh dipasarkan secara resmi. Produk tersebut rentan ditolak pada audit pengadaan, meskipun kualitas lapangannya terlihat baik. Kerangka kepatuhan ini mencakup pendaftaran produk, pemenuhan persyaratan teknis minimal, serta acuan mutu teknis. Regulasi utamanya adalah Permentan 01 Tahun 2019, Keputusan Menteri Pertanian 261/KPTS/SR.310/M/4/2019, dan acuan mutu SNI 19-7030-2004 (Kementerian Pertanian, 2019a; Kementerian Pertanian, 2019b; BSN, 2004).
Ketiga pilar regulasi tersebut memiliki peran berbeda. Permentan 01/2019 mengatur proses pendaftaran, kewajiban uji mutu, dan pelabelan sebelum pemasaran (Kementerian Pertanian, 2019a). Keputusan Menteri Pertanian 261/2019 kemudian menetapkan persyaratan teknis minimal sebagai rujukan mutu dasar (Kementerian Pertanian, 2019b). Acuan teknis yang paling sering dirujuk adalah SNI 19-7030-2004. Standar ini menekankan beberapa parameter krusial, seperti kadar air maksimum 50 persen, rentang pH mendekati netral antara 6,8 hingga 7,49, dan rasio C/N antara 10 hingga 20. Standar ini juga menetapkan batas minimal kandungan hara, misalnya nitrogen total minimal 0,4 persen, P2O5 minimal 0,1 persen, dan K2O minimal 0,2 persen. Aspek keamanan juga diatur, meliputi pembatasan bahan asing, potensi kontaminan logam berat, dan ambang batas mikrobiologi seperti Fecal Coli dan Salmonella (BSN, 2004).
Pemenuhan standar ini di lapangan ternyata menjadi tantangan tersendiri. Sebuah pengujian terhadap kompos produksi Simantri di Bali memperlihatkan temuan penting. Studi tersebut mencatat bahwa sekitar 42,86 persen sampel tidak memenuhi sebagian parameter, terutama pada pH dan kadar air (Universitas Udayana, 2019). Titik kritis proses teridentifikasi berada pada tahap pengeringan dan stabilisasi akhir. Hasil ini menegaskan bahwa disiplin dalam pengendalian mutu harian sangat memengaruhi konsistensi produk dan peluang lolos uji pendaftaran. Untuk bokashi berbasis kotoran hewan, fase curing dan pengeringan pasca-fermentasi memang perlu dikelola lebih cermat agar parameter SNI tercapai (Universitas Udayana, 2019).
Sebuah inkubator agribisnis perlu merancang sistem pengendalian mutu internal sebagai langkah awal. Panel uji internal dapat mereplikasi parameter SNI, setidaknya memantau kadar air, pH, suhu, C/N, N-P-K, warna, dan bau. Konfirmasi berkala di laboratorium terakreditasi tetap diperlukan untuk kebutuhan pendaftaran (BSN, 2004). Prosedur operasional standar proses menjadi krusial. Produsen harus merumuskan rasio bahan baku agar C/N akhir produk berada pada rentang 10 hingga 20. Kelembapan fermentasi perlu diatur agar tidak berlebih, dan fase pengeringan harus direncanakan hingga kadar air akhir stabil di bawah 50 persen. Pemantauan pH secara periodik juga penting untuk memastikan kurva fermentasi bergerak menuju pH netral sebagai indikator kematangan (BSN, 2004).
Setiap batch produksi sebaiknya memiliki catatan yang lengkap. Dokumentasi ini mencakup sumber bahan baku, komposisi bahan tambahan, rekam suhu dan pH, serta hasil uji kadar air dan hara. Dokumentasi yang baik akan mempercepat proses pendaftaran karena memudahkan verifikasi konsistensi mutu (Kementerian Pertanian, 2019a). Rute pendaftaran formal diajukan sesuai Permentan 01/2019 dengan melampirkan hasil uji mutu dan rancangan label. Nomor pendaftaran harus terbit sebelum penjualan dilakukan. Label produk pun harus memuat informasi minimum, seperti identitas produk, kandungan pokok, petunjuk penggunaan, dan nomor pendaftaran agar tertelusur di pasar (Kementerian Pertanian, 2019a).
Pengelolaan risiko ketidaksesuaian mutu juga harus disiapkan. Jika pH akhir, misalnya, berada di luar rentang, produsen dapat melakukan curing tambahan atau blending dengan batch lain yang lebih netral sebelum dirilis (BSN, 2004). Apabila kadar air melewati batas, proses pengeringan terkendali harus dilanjutkan. Untuk menjamin ini berjalan, audit internal yang efektif perlu dibangun. Sebuah daftar periksa audit berbasis butir SNI dan persyaratan teknis minimal akan sangat membantu inspeksi bulanan. Audit ini harus fokus pada parameter yang paling berisiko gagal, seperti pH dan kadar air (BSN, 2004; Universitas Udayana, 2019).
Standar memberikan bahasa bersama antara produsen, regulator, dan pengguna. Kesesuaian terhadap SNI dan regulasi Kementan adalah sebuah investasi reputasi sekaligus tiket masuk ke pasar formal (BSN, 2004). Pelajaran dari berbagai studi lapangan mengingatkan bahwa titik rawan seringkali ada pada pH dan kadar air (Universitas Udayana, 2019). Prosedur operasional pengeringan dan stabilisasi akhir akan menentukan keberhasilan produk secara konsisten. Melalui pengendalian mutu yang disiplin, dokumentasi batch yang rapi, serta pendaftaran yang tertib, bokashi dari kotoran hewan dapat naik kelas. Produk ini dapat menjadi produk organik yang kompetitif dan kredibel di mata petani serta auditor (Kementerian Pertanian, 2019a).
