by: drh. Helda Gadja
Ternak Lokal dalam hal ini ternak babi di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu komoditi yang memegang pernan penting sebagai bahan pangan asal hewan maupun sebagai kebutuhan adat istiadat dan tambahan penghasilan bagi peternak. Di NTT beternak babi bisa ditemui dalam skala rumahan maupun dalam peternakan besar.
Minat beternak babi di NTT sangat tinggi karena dalam beternak babi modal yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan ternak lainnya, sehingga beternak babi bisa diusahakan secara meluas oleh peternak. Faktor lainnya adalah kemampuan ternak babi dalam bereproduksi menghasilkan banyak anak sehingga sangat menarik minat peternak untuk diusahakan secara komersial maupun sebagai sampingan.
Dalam beternak babi, banyak hal yang perlu diperhatikan salah satunya adalah meningkatkan mutu dan produktifitas ternak babi yang diupayakan melalui perbaikan gizi. Pakan menduduki presentase terbesar dalam biaya produksi sehingga perlu diupayakan agar biaya pakan dapat diminimalisir dengan memanfaatkan potensi bahan-bahan lokal yang harganya lebih murah, akan tetapi mengandung gizi yang baik untuk ternak babi. Selain pakan, hal yang perlu diberi perhatian khusus, yaitu produktivitas ternak babi.
Terbatasnya jumlah pejantan yang dipelihara menjadi salah satu kendala yang sering ditemui di lapangan, namun hal tersebut bisa diatasi dengan adanya penerapan teknologi tepat guna, yaitu kawin suntik atau inseminasi buatan (IB). IB pada ternak babi dirasa cukup efektif karena metodenya sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang terlalu mahal.
Namun terdapat kendala lainnya, yaitu tingginya permintaan IB pada ternak babi belum diimbangi dengan tersedianya tenaga inseminator yang terlatih untuk memberi pelayanan IB pada ternak babi secara cermat dan cepat. Oleh karena itu BBPP Kupang bersama PRISMA saling bekerjasama dan bersinergi untuk menjawab akan kebutuhan inseminator ternak babi dengan menyelenggarakan Pelatihan Inseminator Ternak Babi yang berlangsung di BBPP Kupang dari tanggal 05 s.d 10 Desember 2023.
Kegiatan ini bertujuan memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta terkait dengan IB pada ternak babi agar nantinya dapat menjadi inseminator yang terampil dan berkompeten. Pada kegiatan pelatihan ini, fasilitator yang didatangkan merupakan fasilitator yang ahli dibidangnya seperti dari Tenaga Ahli Prisma (Prof. Dr. Dra. R. IisArifiantini, M.Si; Dr.Parsaoran Silalahi, S.Pt, M.Si), Dosen dari Undana (Prof. Dr. Ir. Wilmientje Marlene Nalley, MS; drh. Nancy D. F. K. Foeh, M.Si), UPT pembibitan ternak dan produksi pakan ternak Provinsi NTT (drh. Fredrik N. O. Warata, M.Si), dan Mitra Kerja PRISMA dari Tilong Farm (drh.Thibortius Sarsadek Bara Nafe, M.Agr). Peserta dibekali tidak hanya dengan materi pembelajaran di kelas namun juga dengan praktikum IB pada ternak babi.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terus mendorong pengembangan peternakan modern berbasis teknologi presisi yang mampu memproduksi kebutuhan dalam negeri secara konsisten.
“Tren industry peternakan memasuki era 4.0 yang menggunakan teknologi sehingga menuntut adanya perubahan. Perkembangan sektor peternakan modern yang berbasis teknologi harus kita dorong agar tercipta manajemen peternakan yang bagus.” Ujar Amran.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr mengungkapkan bahwa Kementerian Pertanian terus berupaya dalam mendorong usaha peternakan rakyat dan memprioritaskan ternak lokal dalam pemenuhan pangan asal ternak.
“Salah satu komoditas ternak yang sangat berpotensi dan memiliki prospek baik adalah ternak babi. Beberapa wilayah di Indonesia seperti Provinsi NTT adalah wilayah yang dapat mengembangkan agribisnis ternak babi. Walaupun harga daging babi juga tergolong mahal, namun tidak menurunkan minat pembeli karena daging babi menjadi sumber protein berkualitas tinggi,” kata Dedi.
Teknik IB pada ternak babi tergolong cukup sederhana, babi yang hendak di IB memiliki periode efektif untuk IB sekitar 24 jam, antara 24 hingga 36 jam setelah puncak birahi. Sedangkan pejantan yang akan digunakan dalam IB harus teruji mutu performans, fisik, kesehatan dan manajemen pemeliharaannya memenuhi standar. Pada umumnya pejantan unggul dapat dipakai untuk melayani sekitar 2000 ekor betina per tahun dengan menghasilkan keturunan hingga 20.000 ekor. Keberhasilan pelaksanaan IB pada ternak sangat bergantung pada kualitas serta kuantitas semen pejantan.
Kepala BBPP Kupang ditemui disela-sela pelaksanaan kegiatan Pelatihan IB, menjelaskan bahwa kegiatan ini sangat penting untuk dilaksanakan agar dapat mencetak inseminator ternak babi yang memiliki kompetensi dan keterampilan yang mumpuni sehingga dapat bekerja optimal di lapangan.
“Komoditas ternak babi merupakan komoditas andalan untuk perekonomian masyarakat NTT. Pada umumnya setiap rumah tangga yang tinggal di pedesaan memelihara ternak babi rata-rata 2-3 ekor per KK untuk memenuhi kebutuhan adat seperti pesta pernikahan, kematian, peringatan hari raya, dll selain itu juga bisa dijadikan sebagai investasi jika sewaktu-waktu membutuhkan dana darurat untuk membayar biaya sekolah anak dan kebutuhan lainnya.” Ujar Yulia
Ditambahkannya bahwa pada tahun 2019 sektor peternakan babi di NTT diserang wabah ASF yang menyebabkan kematian ternak babi secara masif.
“Tahun 2019 penyakit ASF mewabah di NTT hingga sekitar 50% dario total populasi ternak babi di NTT mengalami kematian. Tentunya perlu dilakuakn percepatan pemulihan salah satunya dengan teknologi IB yang dapat menjadi alternatif penyebaran ASF. Namun jumlah inseminator ternak babi masih terbatas sehingga perlu dilakukan pelatihan seperti ini agar menambah keterampilan dan pengetahuan inseminator agar lebih kompeten. kami bersama PRISMA dan Dinas terkait saling bersinergi untuk memajukan sektor peternakan babi di NTT.”Ujar Yulia