Mengenal Daging Asap Khas Nusa Tenggara Timur

By : Wiwiek Yuniarti Costa

Pengasapan adalah salah satu teknologi yang telah dilakukan oleh nenek moyang masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mempertahankan kualitas daging sapi. Se’i (nama lokal) adalah salah satu hasil olahan daging sapi maupun daging babi dengan cara pengasapan, yang merupakan hasil olahan khas dari salah satu kabupaten di wilayah Nusa Tenggara Timur yaitu kabupaten Rote Ndao. Sei, bahasa daerah Rote, artinya daging yang disayat dalam ukuran kecil memanjang, lalu diasapi dengan bara api sampai matang. Sei adalah makanan khas suku Rote yang kemudian merambah selera masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Produk daging se’i memiliki keunikan dan spesifikasi baik aroma, warnanya yang merah, tekstur yang empuk dan rasanya yg lezat. Pengolahan Se’i juga bertujuan untuk memperpanjang daya tahan simpan, serta meningkatkan nilai gizi dan nilai ekonomi daging sapi maupun daging babi. Daging sei begitu populer di kalangan masyarakat Kupang dan Provinsi Nusa Tenggara Timur umumnya. Daging yang diasapi itu sejak 1986 mulai merasuki rasa lidah dan hasrat sejumlah warga Kota Kupang sampai para tamu dari luar negeri. Sei menjadi makanan khas, bahkan sejak beberapa tahun terakhir dilirik pengusaha dari Australia. Kualitas daging se’i ditentukan oleh beberapa faktor, seperti warna , rasa dan aroma serta keempukan se’i. Ditinjau dari nilai gizinya, se’i memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu antara 30-32% dengan kandungan lemak berkisar antara 0,81-0,92%,

Pada proses pengasapan, biasanya digunakan kayu yang keras karena pada kayu yang keras akan menghasilkan bara api yang banyak sehingga asap yang dihasilkan juga banyak. Sebagaimana diketahui, pada kayu yang keras banyak mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin yang kemudian akan pecah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam proses pembakaran. Menurut Soeparno ( 1994), senyawa-senyawa utama yang terdapat dalam asap antara lain adalah formaldehid sebagai preservatif, fenol dan asam organik sebagai antioksidan yang menghambat ransiditas oksidatik dan menghasilkan warna dan cita rasa khas daging. Aldehid dan keton yang memiliki daya bakteriostatik atau bakteriosidal. Pengasapan bertujuan untuk meningkatkan flavour dan penampakan permukaan produk yang menarik, memberi rasa dan aroma yang khas pada daging se’i. Pengasapan juga bertujuan untuk menghentikan kegiatan mikroorganisme yang dapat menyebabkan pembusukan dan memperpanjang masa simpan (Anonimous, 1988 yang dikutip Hala, 1992).

Pada umumnya masyarakat di Nusa Tenggara Timur hanya menggunakan kayu kusambi (Schleichera oleasa) dalam pengasapan daging se’i karena memberikan rasa yang khas dan kayu kusambi serta daun kusambi mengandung beberapa zat antioksidan , namun pada saat ini ketersediaan kayu kusambi khususnya di pulau Timor dan sekitarnya mulai berkurang akibat penggunaan yang mulai banyak baik dalam bentuk kayu bakar dan arang kusambi, yang ditandai dengan maraknya pertumbuhan rumah makan yang menyediakan daging se’i sehingga harga kayu kusambi relatif mahal akibat pemakaian kayu kusambi yang tidak tergantikan dengan jenis kayu yang lain sementara potensi kayu jenis yang lain selain kusambi cukup tersedia di pulau Timor dan sekitarnya seperti kayu akasia (Acassia noiferal) dan tempurung kelapa  (Endocarp).

Kayu akasia dan tempurung kelapa banyak tersedia di Nusa Tenggara Timur dan belum dimanfaatkan secara optimal. Kayu akasia merupakan kayu yang cukup keras dan memiliki struktur yang padat yang hampir sama dengan kayu kusambi. Demikian juga halnya dengan tempurung kelapa yang juga memiliki struktur yang keras. Melihat potensi tersebut maka dimungkinkan untuk dijadikan sebagai bahan pengganti kayu kusambi, karena disamping tidak cepat habis, juga menghasilkan arang dan asap yang banyak.

 

Ternyata se’i yang dihasilkan dari bahan pengasap kayu akasia dan tempurung kelapa memiliki rasa, aroma, dan warna yang tidak kalah dengan se’i yang dihasilkan dengan menggunakan bahan pengasap dari kayu kusambi. Di lihat dari sisi warna maka se’i yang diasap dengan menggunakan kayu akasia lebih menarik yaitu berwarna merah cerah, sedangkan dari sisi aroma dan rasa maka se’i yang diasap dengan menggunakan tempurung kelapa yang paling menarik. Ditinjau dari sisi kandungan mikrobiologi, maka se’i yang berasal dari bahan pengasap kayu kusambi, kayu akasia maupun tempurung kelapa mengandung total koloni bakteri yang masih di bawah ambang batas standar total bakteri, apabila disimpan selama 5 hari pada suhu ruangan. Tetapi sangat dianjurkan agar menyimpan se’i sebaiknya pada suhu dingin.

Salah satu kelemahan dari daging se’i adalah daya tahan simpannya yang pendek karena masih memiliki kandungan air yang cukup tinggi yaitu 60%. Salah satu alternatif untuk memperpanjang daya tahan simpan se’i adalah dengan memberikan asam-asam organik yaitu Asam Tamarin (Tamarindus indica L), jeruk Nipis (Citrus aurantifolia), dan Cuka Beras. Pemberian 3 (tiga) jenis asam organik tersebut dapat memperpanjang daya tahan simpan se’i sampai 46 hari.

Proses pembuatan se’i sangatlah mudah, bahan-bahan yang digunakan juga sangat mudah didapatkan dengan biaya yang cukup terjangkau. Bahan baku yang digunakan adalah daging sapi Yang segar tanpa lemak dan bermutu baik yang berasal dari bagian top side/rump sebanyak ±1 kg, garam dapur ±1 sendok makan (2% dari berat daging), garam salpeter ±1 sendok teh (0,5% dari berat daging), kayu kusambi (Schleichera oleasa), daun kusambi secukupnya. Cara pembuatan se’i sangatlah mudah untuk dilakukan. Daging mentah dicuci bersih dan diiris-iris dengan bentuk memanjang selebar 3-4 cm tanpa putus. bentuk pengirisan seperti ini dalam istilah daerah disebut lalolak. Setelah itu buat campuran garam dapur dan garam salpeter dan dicampurkan pada potongan daging. Campur sampai merata dan dibiarkan/direndam selama ±8 jam.

Setelah direndam diangkat dan dijemur sampai airnya semua menetes. Siapkan tungku/drum pengasap dan masukan bara api dari kayu kusambi. Letakan daging di atas rak pengasap dan diasap sampai ±30 - 45 menit tergantung pada panas dan jarak api dengan daging. Setelah 15 menit daging di balik supaya tidak hangus. setelah diasap, daging diangkat dan didinginkan. Se’i yang dihasilkan tidak dapat langsung dikonsumsi karena se’i merupakan bahan setengah jadi sehingga membutuhkan proses pengolahan terlebih dulu. Se’i dapat dikemas dengan menggunakan keranjang rotan, atau dari bahan plastik. Apabila ingin disimpan lama maka disarankan untuk menambahkan asam organik dan disimpan pada suhu dingin.

 

Dipublikasi Pada : 06-06-2024