By: drh. Fajar Undari (BBPP Kupang)
Pernahkah anda mendengar tentang kekerdilan yang terjadi pada ayam broiler atau pernahkan ayam broiler yang anda pelihara mengalami sindrom kekerdilan? Beberapa waktu yang lalu. sempat ditemukan kasus kekerdilan pada ternak ayam broiler di Balai Besar Pelatihan Peternakan Kupang. Pada saat itu. ditemukan beberapa ekor ayam yang memiliki bobot badan kurang dari standar walaupun secara fisik ayam terlihat sehat. lincah. dan aktif. Ransum yang diberikan pun sama seperti biasanya. Begitupun saat DOC tiba. kondisinya juga terlihat seragam dan tidak ada masalah. Masalah ini juga sering dikeluhkan oleh peternak karena dapat menimbulkan kerugian ekonomi sehubungan dengan gangguan pertumbuhan dan pencapaian bobot panen yang rendah. peningkatan konversi ransum. serta peningkatan jumlah ayam afkir. Secara umum. sindrom ini ditandai dengan hambatan dalam pertambahan bobot badan. kepucatan pada kaki dan paruh. pertumbuhan bulu tidak normal. peningkatan konversi pakan. angka kematian yang tinggi. serta peningkatan jumlah ayam yang diafkir (Kouwenhouven et al. 1988). Perbandingan fisik antara ayam yang mengalami kekerdilan dengan ayam normal dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Lalu sebenarnya apa yang menjadi penyebab dari sindroma ini dan bagaimana cara mengatasi serta apa langkah terbaik yang harus diambil jika ternak ayam anda mengalami sindrom ini? Pada artikel ini akan dibahas secara tuntas mengenai sindrom kekerdilan pada ayam broiler dari faktor penyebab hingga cara mengatasinya. selamat membaca dan semoga bermanfaat.
?Penyebab Sindrom Kekerdilan
Seperti yang dikutip dari Info Medion Online. sindrom kekerdilan (slow growth syndrome) atau yang disebut juga dengan runting stunting syndrome (RSS) adalah salah satu sindrom yang dialami oleh sekelompok ayam (terutama ayam broiler) yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan di umur 4-21 hari. Pada kasus ini. bobot badan ayam terlihat lebih kecil. ? 40% di bawah bobot badan normal. Tingkat kejadiannya pun di dalam satu populasi sangat bervariasi sekitar 5-40%. Hidayat (2014) menyatakan bahwa sindrom kekerdilan ini dibagi menjadi beberapa kategori. antara lain:
- 5-10% dari populasi. termasuk kategori ringan
- >10-30% dari populasi. termasuk kategori buruk
- >30% dari populasi. termasuk kategori bencana besar
Kejadian sindrom kerdil di lapangan terkadang dibagi lagi menjadi 2 kelompok. yaitu: jika dalam waktu 5 minggu bobot ayam kurang dari 200 gram per ekornya. maka dikategorikan sebagai kasus ?runting?. Sedangkan bila bobotnya lebih dari 200 gram. namun kurang dari 1 kg. maka dikategorikan sebagai kasus ?stunting?. Dari laporan kasus yang ada. kasus runting biasanya tidak lebih dari 5% (biasanya berkisar 3-5%). sedangkan pada kelompok stunting angkanya bisa mencapai 50% (dalam kisaran 5-50%). Variasi pada kasus stunting ini biasanya dikaitkan dengan manajemen pemeliharaan. Pada peternakan dengan manajemen yang baik. biasanya persentase kasus stunting relatif kecil. Lalu apa saja penyebab sindrom kekerdilan atau RSS ini? Mari kita baca selengkapnya tentang beberapa faktor penyebab sindrom kekerdilan pada uraian dibawah ini.
1) Faktor pembibitan
- Telur tetas kecil (telur tetas berasal dari induk umur muda
- Antibodi maternal Reo-virus yang diturunkan rendah. padahal DOC perlu antibodi maternal yang tinggi
- Induk DOC positif terinfeksi Salmonella enteridis. sehingga DOC membawa bakteri Salmonella yang sewaktu-waktu bisa menyerang saat kondisi DOC sedang tidak fit
2) Faktor penetasan (hatchery)
- Waktu koleksi telur tetas yang terlalu lama
- Tidak dilakukannya grading telur tetas yang akan dimasukkan ke mesin tetas
- Bercampurnya telur tetas yang berasal dari umur induk yang sangat jauh berbeda
- Terlalu lama proses penanganan di ruang seleksi sehingga DOC mengalami stres
- Kurang representatifnya alat angkut DOC (chick van) dari hatchery ke peternak/kandang pemeliharaan.
?3) Manajemen pemeliharaan yang belum baik dan pengaruh lingkungan
Contohnya akibat biosecurity yang belum ketat. penanganan DOC yang kurang baik terutama saat masa brooding. populasi kandang yang terlalu padat. suhu kandang terlalu tinggi. tempat ransum kurang (tidak sebanding dengan jumlah ayam). dan lain sebagainya.
?4) Faktor kualitas ransum
Kandungan nutrisi seperti energi. protein. dan mikro nutrisi lainnya jika tidak sesuai dengan kebutuhan ayam. maka bisa memicu kasus kekerdilan ini. Demikian halnya dengan jamur (aspergillosis) dan racunnya (mikotoksikosis) yang akhir-akhir ini banyak mengkontaminasi ransum (Info Medion Online. 2015). Adapun beberapa faktor kualitas ransum yang bisa memicu kekerdilan menurut Ginting (2013) adalah sebagai berikut : penggunaan bungkil kacang kedelai yang berkualitas rendah. penggunaan canola meal dan protein hewani?lebih daripada 8%. tidak ada atau rendahnya kandungan natrium (khusus di Asia) dan penggunaan vitamin yang kurang khususnya pada pakan breeder.
?5) Faktor penyakit infeksius
Ada beberapa penyakit yang dapat memicu timbulnya sindroma kekerdilan. dimana penyakit tersebut umumnya menimbulkan stress dan khususnya bersifat immunosupresif. Secara umum. 3 agen infeksius penyebab kekerdilan adalah virus. bakteri dan protozoa (Info Medion Online. 2015).
?Virus
Salah satu virus yang sudah diidentifikasi menjadi penyebab utama kekerdilan adalah Reo-virus. Saat menginfeksi. virus ini menimbulkan enteritis (radang usus) sehingga penyerapan nutrisi di usus menurun. Pada anak ayam umur 2-4 hari yang menderita serangan Reo-virus akan menunjukkan gejala sakit yang ringan. yakni anak ayam terlihat lesu. malas bergerak. dan sayap menggantung. Sedangkan pada anak ayam umur 4-7 hari ditemukan pula gejala diare. Pada feses ayam sakit akan ditemukan ransum yang tidak tercerna. Sering dijumpai pula feses yang tertutup dengan eksudat berwarna coklat kekuningan. Akibatnya kasus ini sering dikelirukan dengan koksidiosis. Tanda-tanda spesifik lainnya yang ditemui yakni pertumbuhan bulu yang abnormal pada bulu sayap primer (yang berbatasan dengan folikel bulu). Pertumbuhan bulu juga tidak teratur sehingga menyebabkan bulu-bulu tampak berdiri seperti baling-baling dan menimbulkan kesan ayam tampak seperti helikopter. Itulah sebabnya serangan Reo-virus sering disebut juga dengan helicopter disease. Saat dibedah. ditemukan usus yang terlihat pucat. kecil dan di dalamnya masih terdapat sisa-sisa ransum yang belum tercerna sempurna. Kita seringkali memberi istilah ?usus pentil? karena ususnya yang kecil ini. Beberapa virus lain yang juga dikaitkan dengan kasus kekerdilan adalah infeksi rotavirus. parvovirus. dan calicivirus.
- Bakteri
Bakteri yang paling umum menyebabkan kekerdilan adalah bakteri Clostridium sp. yang bisa menyebabkan necrotic enteritis dan necrotic ulseratif pada usus ayam.
- Protozoa:
Infeksi protozoa yang utama bisa menyebabkan kekerdilan akibat efek malabsorpsi (gangguan penyerapan ransum)nya adalah infeksi koksidiosis.
?Penanganan Kasus Kekerdilan
Hingga saat ini. kasus kekerdilan adalah salah satu kasus yang cukup sulit didiagnosa. Alasannya. karena gejala klinis yang terlihat hanya berupa gangguan pertumbuhan (kekerdilan). Pada saat nekropsi (bedah bangkai) pun perubahan patologi anatomi yang ditimbulkan sangatlah bervariasi. tergantung dari faktor penyebab mana yang lebih mendominasi. Atas pertimbangan tersebut. maka saat peternak menemukan kasus ini di farm. beberapa tindakan yang bisa dilakukan antara lain:
?
- Apabila kasus kekerdilan ini masih terjadi pada sebagian kecil dari populasi. segera lakukan seleksi (culling) dan afkir ayam-ayam yang terlihat kerdil. terutama yang bobotnya berada 40% di bawah standar. Beberapa peternak seringkali melakukan seleksi tanpa afkir. melainkan dimasukkan dalam satu sekatan tersendiri. Sebaiknya hal itu dihindari karena keberadaan sekatan khusus ini bisa menjadi sumber penularan ke ayam lain dan pemeliharaan ayam kerdil ini justru akan membuat bengkak FCR. Sedangkan untuk ayam kerdil dengan bobot badan yang tidak terlalu jauh berbeda dengan standar. bisa dipisahkan kemudian diberi perlakuan khusus. yaitu diberi ransum starter dan multivitamin hingga bobot badan mencapai 1-1.2 kg dan ayam layak dipanen.
- Jika kekerdilan menimpa lebih dari 80% populasi ayam. maka kemungkinan penyebabnya adalah masalah kualitas ransum atau infeksi Reo-virus. Segera lakukan pengecekkan kualitas ransum di laboratorium untuk mengetahui kandungan nutrisi serta mendeteksi ada tidaknya toksin (racun jamur) di dalamnya. Sedangkan pada dugaan kasus Reo-virus. sebaiknya lakukan pula uji serologi. PCR atau sequencing di laboratorium untuk meneguhkan diagnosa penyakit tersebut. Jika bobot badan ayam yang kerdil tidak berbeda jauh dengan standar. maka berikan ransum starter dan multivitamin hingga bobot badan mencapai 1-1.2 kg dan ayam layak dipanen. Sedangkan jika bobot badan ayam sangat jauh dari standar. maka lebih baik lakukan panen dini seluruh ayam.
- Perbaiki faktor manajemen yang berperan dalam mendukung terjadinya kasus gangguan pertumbuhan.
- Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder bakteri.
- Berikan multivitamin dan mineral pasa keseluruhan populasi ayam di kandang untuk menyelamatkan populasi secara keseluruhan dari sindrom kekerdilan.
?Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sindrom kekerdilan bisa dicegah dengan melakukan persiapan yang matang sebelum DOC masuk dan melakukan managemen pemeliharaan yang tepat di setiap tahap perkembangan ayam. Semoga artikel ini bermanfaat untuk semua pihak khususnya peternak ayam broiler. Sampai jumpa lagi di artikel berikutnya.
?Daftar Pustaka
?Dinev. I. 2008. Diseases of Poultry. www.thepoultrysite.com. Diakses pada tanggal 16 Januari 2019 pukul 12.15 WITA.
?Ginting. K. B. 2013. Makalah Ayam Broiler. kartianiginting.blogspot.com. Diakses pada tanggal 16 Januari 2019 pukul 13.30 WITA.
?Info Medion Online. 2015. Mengenal Sindrom Kekerdilan. https://info.medion.co.id. Diakses pada tanggal 16 Januari 2019 pukul 11.00 WITA.
?Kouwenhouven. B.. M. vertomen. and E. Goren. 1988. Investigations into role of reovirus in malabsorption syndrome. Avian Pathol. 17: 879-892.
?Wahyuwardani. I. S.. Y. Sani. L. Parede. T. Syafriati. dan M. Poeloengan. 2000. Sindrom Kekerdilan Pada Ayam Pedaging dan Gambaran Patologinya. JITV 5(2): 125- 13 I. https://download.garuda.ristekdikti.go.id/article. Diakses pada tanggal 16 Januari 2019 pukul 14.00 WITA