By : Eni Mulyanti, S.Pt., M.Si
Urea merupakan suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus molekul CO(NH2)2 serta mengandung 46,7% nitrogen. Secara fisik urea berbentuk kristal padat berwarna putih, mudah larut dalam air dan bersifat higroskopis Lee et.al (1995) Sifat higroskopis tersebut mengakibatkan metode penyimpanannya harus diperhatikan untuk menghindari kerusakan. Temperatur penyimpanan urea supaya tidak mudah rusak berkisar antara 10 - 300C dengan kelembaban relatif kurang dari 70%.
Sebagian besar urea yang diproduksi digunakan pada bidang pertanian sebagai pupuk kimia. Namun, pada perkembangannya, urea juga digunakan pada bidang peternakan sebagai bahan pakan tambahan (EFSA, 2012). Urea telah digunakan sebagai bahan pakan tambahan pada ruminansia selama lebih dari 100 tahun (Kertz, 2010). Alasan digunakannya urea dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh dengan harga yang murah, namun demikian, penambahan urea dalam pakan yang dilakukan dengan tidak berhati hati dapat menimbulkan dampak negatif seperti turunnya palatabilitas pakan, terganggunya proses fermentasi dalam rumen an keracunan.
Urea dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam berbagai cara dan bentuk, misalnya digunakan untuk mengolah bahan pakan kualitas rendah seperti amoniasi ataupun sebagai tambahan dalam ransum. Pengolahan bahan pakan dengan penambahan urea merupakan proses yang umum dilakukan terhadap bahan pakan berserat kasar tinggi dan bertujuan untuk meningkatkan asupan maupun kecernaan pakan berserat.
Urea merupakan sumber non protein nitrogen. Non-protein nitrogen (NPN) adalah istilah yang digunakan dalam nutrisi hewan untuk merujuk secara kolektif ke komponen seperti urea, biuret dan sejumlah senyawa amonia lainnya yang bukan protein tapi bisa diubah menjadi protein oleh mikroba dalam rumen (Panday, 2011). Sebagian besar bakteri rumen menggunakan amonia sebagai sumber N mereka untuk pertumbuhan. Sekitar 80% sel mikroba N berasal dari amonia, akan tetapi protozoa dalam rumen tidak dapat menggunakannya. Semua NPN menghasilkan amonia di rumen yang kemudian masuk ke hati dan akhirnya diubah menjadi urea.
Kelemahan dari penggunaan urea adalah kurang efisien jika dibandingkan dengan sumber bahan pakan lain yang mengandung protein sejati sehingga urea dalam rumen akan terdegradasi lebih cepat dari laju pemanfaatan amonia oleh bakteri rumen (Abdoun et al., 2006). Degradasi yang cepat tersebut juga mengakibatkan akumulasi dan absorpsi amonia dalam jumlah yang besar dan akhirnya akan diekskresikan melalui urin. Dengan demikian, pemanfaatan urea dalam industri peternakan sebagai degradable intake protein (DIP) akan mengakibatkan ekskresi N dari urin yang berlebihan sehingga dikhawatirkan akan mencemari lingkungan.
Patokan umum penggunaan urea dalam ransum adalah sebagai berikut : maksimal 1% dari total ransum dalam bahan kering , maksimal 3% dari total konsentrat dalam BK, maksimal 5% dari total konsentrat sumber protein dalam bahan kering. Protein kasar asal urea atau NPN yang lain, terhitung maksimal 3 % dari total protein dalam ransum. Contoh kandungan protein ransum 12 %, maka sumbangan protein yang berasal dari NPN dalam ransum tersebut jangan lebih dari 4%.